Sabtu, 23 Maret 2019

Teduh dan Mentari


 “kamu masih mau dengerin aku bicara nggak?” suara itu terdengar jelas tepat di depan pintu ruang kerja ku.
“hhhmmm...” jawab ku singkat, aku masih sibuk dengan segudang pekerjaan yang tidak ada habis nya dari kemarin.
“kok Cuma hmm.. doang sih?, Teduh kamu dengerin aku ngomong gak!?” kata nya sambil berjalan ke arah ku.
“kamu tuh masuk gak ketuk pintu dulu, dateng langsung marah-marah kayak gitu. Ada apa sih?”

“ya, gimana aku nggak marah dari kemarin kabar kamu tuh nggak jelas, kamu nggak ngabarin aku, kamu diemin aku, aku kabarin kamu pun chat gak kamu balesin tlp nggak kamu jawab juga. Sebenernya ada masalah apa sih sampe aku kena getahnya?”
“nih minum dulu” tangan ku refleks memberikan gelas yang berisikan jus jeruk.
“ya udah, terserah deh ya.” Kata nya yang masih terlihat kesal.
“Iya, kenapa sih kenapa? Gimana? tinggal bilang aja kan?”pandangan ku masih setia melihat layar laptop ku, pekerjaanku benar-benar sedang butuh perhatianku.

“aku akhir-akhir ini ngerasa kamu selalu sibuk sendiri, aku nggak tau ini perasaan aku aja atau memang itu adanya, tapi aku nggak terbiasa aja ada di suasana kayak gini sama kamu” jawabnya dengan nada kesal, aku tahu..

“hhmmm...”
“kamu mau aku pergi dari sini ya?, Teduh perhatiin aku dulu ih”
“Mentari jangan mulai deh, aku lagi gak mau berantem sama kamu”
“aku ke sini bukan mau ngajakin kamu berantem, aku heran deh sama kerjaan kamu, perasaan gak ada ujungnya gitu, gak pernah ada beres nya. Bulan ini kamu bener-bener sibuk sama semua urusan kamu sendiri, pekerjaan, inilah-itulah. Terus waktu buat aku nya kapan, Teduh?” refleks tangan nya mencubit lengan ku yang masih sibuk dengan laptop ku.

Dia sangat menggemaskan jika sedang seperti ini, kepala ku sekarang menjadi tiba-tiba pusing mendengar ocehan Mentari dengan seperti itu.

“iya sebentar Mentari sayang, file nya belum aku save, wait one minute” Aku sesering mungkin menatap mimik wajah nya ketika dia sedang kesal seperti ini walaupun hanya sedetik-sedetik tapi aku tahu betul wajahnya sangat menggemaskan.
“oke, sini aku jelasin” kataku sambil memegang tangan nya yang setia menahan dagu nya yang indah itu. Ku tatap mata nya, ku dekati dia dan ini yang harus aku lakukan dulu sebelum aku menjelaskan semuanya kepada Mentari, aku yakin dia akan mengerti.
“aku sadar sih beberapa waktu ini aku memang sibuk, ya aku mah fikir kamu so enjoy dengan keadaan ini karena kamu awalnya nggak pernah bicara soal waktu yang aku kasih sama kamu kan. Sorry but this is for you”
“for me?, maksudnya? Aku nggak pernah tau loh ada orang yang sibuk buat aku, sibuk yang sampe lupa aku nyariin kamu tapi kamu nya sedetik aja mikirin aku nggak”
“aku kan sibuk sama pekerjaan aku sayang bukan sama hal-hal lain yang nggak ada hasilnya sama sekali kan, hasilnya kan buat kamu. Mentari dengerin ya semua yang aku kerjain ini semua nya untuk kelangsungan hidup aku, kamu dan harapan aku sama kamu ke depan nya”
“kamu jadiin aku alasan kamu sibuk?, kamu mencoba membela diri dengan menyalahkan aku, gitu?” katanya tanpa mau memperdulikan keadaan aku
no, please don’t misunderstand, Mentari” tarikan nafasku sekarang sedikit menjadi berat, dada ku terasa sedikit sesak. Ah, Mentari rasanya aku ingin peluk saja kamu
“sebenar nya nih ya, menurut ku memperjuangkan seseorang juga gak harus sampai membuat orang lain berfikir yang nggak-nggak sih. So, i always think negative with you, kamu selingkuh, jalan sama cewek lain, kamu asik sendiri dan gak nyaman lagi sama aku”
“kebiasaan deh, kamu kenapa sih, suka banget berfikiran kayak gitu sama aku?”
“hei, semua perempuan juga akan merasakan seperti itu kalau pasangan nya tiba-tiba ngilang gak jelas di kabarin juga susah”
Aku diam. Entah mengapa aku seolah semakin tak bisa mengendalikan diri, aku tahu ada yang berubah pada diriku, bahkan untuk mengatur pola makan, istirahat dan menyenangkan diri sendiri pun aku kesulitan untuk mengatur waktunya apalagi untuk Mentari, dia terlalu peka. Aku seperti sedang melarikan diri dari fikiran-fikiran ku.
“sorry, but that’s how i feel, aku Cuma ngerasa kamu susah ngasih waktu buat aku, dan lagian aku nggak akan ngerasa kayak gini sama kamu kalau kamu juga bisa atur waktu buat aku”
“sayang, kita itu berdekatan. Gak terhalang sama jarak, waktu juga gak harus kamu minta dari aku, aku juga pengen bagi waktu banyak berdua sama kamu, tapi kamu tahu kan ada tanggung jawab lain yang harus aku penuhi. kamu kan bisa langsung samperin aku ke kantor, makan siang bareng. Hubungan kita itu bukan Long distance relationship beib. i will hear whenever you shout. kamu mah suka gak ngerti ya kalau aku ngomong gitu”
“Aku ngerti Teduh, kamu sadar nggak sih?”
“oke, oke aku minta maaf. Aku nggak nyaman kalau udah bicara banyak sama kamu yang ujungnya ntar kita malah berantem, maafin aku Mentari aku usahakan untuk atur ulang waktu aku untuk kamu ya?”

Aku kemudian terdiam dan mencoba memahami apa yang diinginkan Mentari dariku, sekarang yang aku rasakan hanya kerinduan dari sebuah percakapan tentang banyak hal. Refleks saja ku berikan senyum terbaik dan hangat yang bisa Mentari nikmati dari bibirku.

Sebuah senyuman akhirnya di berikan Mentari untuk aku dia membalasnya sungguh senyuman itu sangat berpengaruh untuk jiwa ku, fikiran beserta isi kepala.

Hhhmmm.. ya, ini adalah keresahan ku dengan Mentari, kadang aku berfikir, aku ini lelaki, bisa saja aku jatuh hati kepada wanita lain selain Mentari yang selalu meributkan hal-hal yang menurutku nggak perlu diributkan, contohnya saja tentang waktu untuk nya dan kesibukan ku. Sebenarnya aku juga bosan dengan rutinitas ku yang seperti ini, namun mau apa dan bagaimana lagi selain di jalani dan bersyukur dengan semua yang ada.
Tapi ntahlah, aku memang sangat menyayangi Mentari dan sudar terlalu nyaman dengan nya jadi bagaimana pun keadaan kita serumit apapun yang terasa tetap saja aku lebih memilih kita berdamai tanpa berfikir bagaimana caranya pergi.

Setelah semua pekerjaan ku bereskan Mentari yang sengaja menunggu ku dengan setia ku ajak dia pergi ke luar untuk makan siang, atau sekedar ngobrol sambil menikmati Bandung siang ini, rupanya mendung tadi pagi hanya singgah sebentar, tanpa aku sadari siang ini terik panas dari matahari sudah tepat di atas kepala ku. Menyenangkan memang aku merindukan saat-saat seperti ini dengan nya.

"Teduh dan Mentari #Season1"

Minggu, 17 Maret 2019

Untuk Tuan

Tuan, saya rapuh lagi.

Tidakkah tuan tahu?
Tuan, genggaman tangan sedang merekah
Tak kuat menahan
Tidakkah tuan ingin menahan jika saya pergi?

Tuan, saya bersedih
Tidakkah tuan takut saya menyesali ini?
Tuan, saya benci
Tidakkah tuan tahu sepanjang hari saya menangis?

Tuan, berikan sedikit perhatian yang biasa tuan berikan kepada saya
Tidakkah tuan ingin melihat saya bahagia?

Mengapa tak menanyakan bagaimana keadaan saya?
Mengapa tuan membiarkan saya seperti ini?
Mengapa tuan tak mencari dan tak perduli dengan saya?
Mengapa tuan berdiam diri?

Tuan..
Saya rapuh, bisakah tuan berikan saya kalimat yang bisa membuat saya tersenyum.

Tuan saya rindu.
Tuan saya benci.

"Saya membenci tuan."

Isi kepala ku

Dan namamu, selalu menjadi yang terbaik di antara bait rindu.
Tuhan, sebenarnya ia akan menjadi milik siapa?
Sebegitu hebatkah dirimu?
Aku takut setiap rengekan rindu ini bisa memisahkan kita berdua.
Aku takut kamu risih lalu tidak memperdulikan aku lagi

Apa kamu perduli ketika aku menangis?
Aku yakin kamu tidak merasakan apa yang aku rasakan, aku yakin tidak

kamu tahu, kamu seperti oksigen yang selalu aku butuhkan untuk tetap bisa hidup
sepenting itu kamu.

Mencintai bukan sekedar perasaan, lebih dari sekedar itu,
saling mengenal dan saling memahami
Perihal mencintai lebih dari sekedar aku dengan kamu.

Walau begini jalan nya aku sangat berharap dan berusaha untuk tetap bisa tinggal
di dalam hati kecil mu.

"Semoga kamu membacanya"

Sabtu, 16 Maret 2019

surat terbuka untuk calon mertua ku

Saya tidak tahu harus dari mana awal saya menjelaskan perihal ini, tapi begini lah saya beserta dengan semua perasaan saya.


Pak, bu.
Perkenalkan saya adalah seorang perempuan yang sangat mencintai anak bapak dan ibu, saya menyimpan banyak harapan baik untuk hidup saya dengan dia. Ada kalimat yang menyatakan jika kita tidak boleh berharap kepada sesama manusia apalagi harapan itu sangat besar kita hanya boleh berharap kepada Allah SWT yang bisa menyatukan setiap manusia dengan yang sebenar-benar nya pasangan.

Pak, bu.
Saya yang terlalu berharap banyak kepada nya, maaf saya masih belum pantas untuk anak bapak dan ibu. Maaf jikalau saya terlalu sering membuat hati nya patah, maaf kalau saya masih belum bisa menjadi pilihan yang tepat untuk anak bapak, maaf kalau saya masih belum bisa sepintar ibu dalam hal memasak makanan favoritnya.
Namun, selama ini saya selalu berusaha untuk menjadi seseorang yang dia mau pak, bu. Saya sangat bersyukur bisa mengenal dia dengan baik, saya juga yakin bahwa Allah SWT tidak semata-mata mendekatkan kami tanpa ada maksud dan tujuan yang lebih baik.

Tapi pak, bu.
Maafkan saya yang masih belum bisa menjadi pilihan yang terbaik untuk nya, saya masih kurang dalam memahami pribadi nya, saya masih kurang baik dalam menjaga hatinya.
Dan masih banyak sekali kekurangan saya walaupun demikian saya selalu berusaha bisa memberikan yang lebih dan terbaik untuk nya.
Maaf jika apa yang saya inginkan untuk nya terkadang tidak membuat dia nyaman.

Saya tahu, mungkin saya terlalu muda untuk memahami anak bapak dan ibu yang lebih dewasa dari saya, saya terlalu menyimpan banyak harap yang membuat saya lupa bahwa hidup dia jauh lebih sibuk daripada saya tanggung jawab dalam pekerjaan, keluarga dan hal-hal lain yang menjadi haknya. Saya selalu membuatnya kesal dengan setiap rengekan perhatian yang saya minta bahkan saya tahu jika dia sedang sibuk terkadang saya hanya bisa menuntut waktu tanpa memperdulikan apa yang sedang dia lakukan.

Pak, bu. Saya sempat berfikir dan merasa lelah dengan nya, saya berfikir dia tidak benar-benar membutuhkan saya, tapi ntah apa yang membuat saya yakin dengan nya, saya merasa ada sesuatu yang membuat saya yakin dengan anak bapak dan ibu.
karena itu saya merasa beruntung jika saya di miliki anak bapak, terlebih jika ibu juga merestui. Saya akan sangat bahagia dan sangat berterimakasih.

 mungkin hanya itu yang ingin saya sampaikan bila sewaktu-waktu bapak/ibu calon mertua ku membaca tulisan ini, sekali lagi terimakasih sudah menghadirkan dan melahirkan dia untuk saya yang serba kurang ini.

"semoga kamu juga membacanya dengan baik, calon imamku"